Facebook

Cerita Rakyat Palembang LEGENDA PULAU KEMARAU.

LEGENDA PULAU KEMARAU.


Tan bun an :  wah ! alangka indahnya tempat ini, rasanya ingin lama aku tinggal di
sini (sambil memalingkan wajah ke kanan dan ke kiri)

Prajurit     :  ayo tuan kita harus pergi sekarang untuk mencari penginapan karena
sepertinya hari akan malam (sambil merunduk di depan tuan tan bun an dengan rasa hormat

setelah berapa hari tan bun an berada di negeri Palembang. Ia berkenalan dengan Siti Fatimah, gadis asli Palembang yang cantik dan menawan

Tan bun an  : wahai gadis cantik nan jelita siapakah namamu?(mendekati sang gadis dgn perlahan)

Siti Fatimah : ohh (terkejut) siapa kamu sepertinya aku baru pertama kali melihatmu di sini?
Tan Bun an    : aku Tan bun an, aku memanglah bukan orang negeri ini, aku adalah
  orang tiongkok yang sengaja singgah di tempat ini.

Siti Fatimah : oh kalau begitu perkenalkan namaku Siti Fatimah, anak asli negeri   ini (tersenyum manis kepada tan bun an)

Tan bun an    : sangat indah namamu Fatimah, baiklah Fatima aku harus pergi,  terima kasih untuk perkenalannya semoga kita dapat berjumpa di   lain waktu (pergi meninggalkan Fatimah)

perkenalannya berlanjut dengan cinta sehingga tan bun an berniat ntuk memperistri Siti Fatimah. Namun ia hurus pulang terlebih dahulu untuk mengabarkan keinginnannya kepada keluarga besarnya.

Tan bun an        : ayah, aku ingin menyampaikan kabar gembira kepada ayah dan   ibu (menatap serius kepada orang tuanya).

ayah tan bun an : kabar gembira apa yang kau maksud wahai anakku?
Tan bun an        : wahai ayah sesungguhnya anakmu ini ingin mempersunting  seorang gadis di negeri Seberang.

Ibu tan bun an   : apakah benar yang kau katakan anakku? Dengan hati yang   gembiira)
Ayah tan bun an : ceritakanlah apa yng sebenarnya terjadi anakku.
Tan bun an         : benar ibu, begini ayahku sewaktu anakmu ini singgah di suatu  negeri yang bernama Palembang, aku bertemu seorang gadis   yang cantik jelita, aku sangat mencintainya ayah dan aku    sangat ingin mempersuntingnya menjadi istriku.

Ibu tan bun an   : baiklah anakku jika itu yang kau inginkan ibu sangat  menyetujuinya dan kami serahkan semua kepadamu anakku.

Ayah tan bun an : benar kataibumu anakku, temuilah gadis itu dan persuntinglah
                            dia (mengelus kepala anaknya)

Tan bun an         : terima kasih ayah ibu atas restu yang kalian berikan kepadaku(   bersujud dan pergi meninggalkan ayah daan ibunya).

Beberapa bulan kemudian, Tan bun an dengan beberapa armada kapal laut dan di kawal dari beberapa prajuritnya kembali berlayar ke negeri Palembang. Dia sampai dengan selamat di negeri inni dan langsung menuju ke kediaman Siti Fatimah yng di jaga ketat oleh punggawa kerajaan. Singkat cerita mereka berdua menikah dengan perayaan yang meriah.

Siti Fatimah: taukah kanda betapa senangnya hati ini melihat ternyata kanda benar- benar menepati janji untuk menikahiku (tersenyum dan    menatap bahagia suaminya)

Tan bun an   :  iya dinda, akupun turut senang melihatmu senang hari ini. Wahai  dinda sesungguhnya aku ingin pergi memboyongmu ke negeriku   menemui kedua orang tuaku, apakah kau bersedia ikut denganku?

Siti Fatimah : iya kanda aku bersedia, ayo kita temui ayah dan ibu untuk meminta  izin mereka !
(pergi menemui ayah dan ibu siti Fatimah)

Tan bun an : wahai ayah sesungguhnya maksud hatiku menemui ayah dan ibu
adalah untuk meminta izin, aku ingin mengajak istriku siti Fatimah  ke tiongkok untuk mempertemukannya kepada ayah dan ibuku ?

Tiba-tiba, hati raja dan permaisuri gelisah mendengar putrid mereka akan dibawa ke negeri tiongkok guna memeperkenalkan tan bun an pada keluarga besarnya.

Tan bun an : aku berjanji apabila ayah dan ibu bersenag hati memberikan izin
padaku, aku akan berjanji menjaga istriku siti Fatimah anakmu seperti menjaga nyawaku sendiri selama kami berada di sana.

Semula raja dan permaisuri dengan berat hati melepaskan anaknya pergi berlayar menempuh samudra yang luas. Namun, dengan bijaksana sang raja dan permaisuripun rela melepaskan anak mereka pergi ke tiongko setelah mendengar janji tan bun an untuk menjaga Siti Fatimah seperti nyawanya sendiri. Tan bun an berjanji akan membawa kembali Siti Fatimah ke Palembang setelah enam purnama.


Raja           : baiklah aku izinkan kau membawa putriku, namun kau harus menepati   janjimu itu.

Permaisuri : jagalah anakku tan bun an.
Tan bun an : baiklah ayah dan ibu.

Tan bun an bukan seorang bangsawan yang tidak menepati janji. Ketika waktu enam purnama tiba iya menceritakan janjinya kepada ayah dan ibunya untuk kembali ke negeri Palembang.

Tan bun an : ayah ibu waktu enam purnama telah tiba, inilah saatnya aku dan
istriku akan kembali ke negeri Palembang.

Ayah         : benarkah? Secepat itu? Baiklah tan bun an titipkan salamku kepada
kedua orang tua Siti Fatimah.

Ibu            : iya tan bun an, jagalah istrimu dalam perjalanan, ku persembahkan  
emas ini dan berikan kepada orang tuannya .

Tan bun an : baiklah ayah ib, terima kasih atas restu yang kalian berikan

Akhirnya keinginan tan bun an di restui keluarganya. Bahkan tanbun an di bawakan emas yang akan di persembahkan ke negeri Palembang.

Hari demi hari. Sampailah armada perahu layar ke sungai musi. Saking senangnya. Tan bun an minta di perlihatkan upetinya yang akan di persembahkannya kepada raja negeri Palembang. Betapa kecewanya tan bun an setelah melihat upeti emasnya yang dimasukan dalam kotak kayu itu berisi sayuran. Tan bun an merasa malu jika sampai ketahuan upetinya hanya berupa sayuran. Maka dengan emosi, di buangnya peti-peti itu ke sungai. Ternyata dalam peti itu memang ada emas yang di campur denag sayuran supaya terhindar dari para perompak. Karena menyesal, akhirnya tan bun an beserta siti Fatimah dan armada kapalnya menenggelamkan diri di alur sungai musi. Bangkai kapal dan muatannya yang tenggela itu akhirnya menjadi onggokan tanah
LEGENDA PULAU KEMARAU.


Tan bun an :  wah ! alangka indahnya tempat ini, rasanya ingin lama aku tinggal di
sini (sambil memalingkan wajah ke kanan dan ke kiri)

Prajurit     :  ayo tuan kita harus pergi sekarang untuk mencari penginapan karena
sepertinya hari akan malam (sambil merunduk di depan tuan tan bun an dengan rasa hormat

setelah berapa hari tan bun an berada di negeri Palembang. Ia berkenalan dengan Siti Fatimah, gadis asli Palembang yang cantik dan menawan

Tan bun an  : wahai gadis cantik nan jelita siapakah namamu?(mendekati sang gadis dgn perlahan)

Siti Fatimah : ohh (terkejut) siapa kamu sepertinya aku baru pertama kali melihatmu di sini?
Tan Bun an    : aku Tan bun an, aku memanglah bukan orang negeri ini, aku adalah
  orang tiongkok yang sengaja singgah di tempat ini.

Siti Fatimah : oh kalau begitu perkenalkan namaku Siti Fatimah, anak asli negeri   ini (tersenyum manis kepada tan bun an)

Tan bun an    : sangat indah namamu Fatimah, baiklah Fatima aku harus pergi,  terima kasih untuk perkenalannya semoga kita dapat berjumpa di   lain waktu (pergi meninggalkan Fatimah)

perkenalannya berlanjut dengan cinta sehingga tan bun an berniat ntuk memperistri Siti Fatimah. Namun ia hurus pulang terlebih dahulu untuk mengabarkan keinginnannya kepada keluarga besarnya.

Tan bun an        : ayah, aku ingin menyampaikan kabar gembira kepada ayah dan   ibu (menatap serius kepada orang tuanya).

ayah tan bun an : kabar gembira apa yang kau maksud wahai anakku?
Tan bun an        : wahai ayah sesungguhnya anakmu ini ingin mempersunting  seorang gadis di negeri Seberang.

Ibu tan bun an   : apakah benar yang kau katakan anakku? Dengan hati yang   gembiira)
Ayah tan bun an : ceritakanlah apa yng sebenarnya terjadi anakku.
Tan bun an         : benar ibu, begini ayahku sewaktu anakmu ini singgah di suatu  negeri yang bernama Palembang, aku bertemu seorang gadis   yang cantik jelita, aku sangat mencintainya ayah dan aku    sangat ingin mempersuntingnya menjadi istriku.

Ibu tan bun an   : baiklah anakku jika itu yang kau inginkan ibu sangat  menyetujuinya dan kami serahkan semua kepadamu anakku.

Ayah tan bun an : benar kataibumu anakku, temuilah gadis itu dan persuntinglah
                            dia (mengelus kepala anaknya)

Tan bun an         : terima kasih ayah ibu atas restu yang kalian berikan kepadaku(   bersujud dan pergi meninggalkan ayah daan ibunya).

Beberapa bulan kemudian, Tan bun an dengan beberapa armada kapal laut dan di kawal dari beberapa prajuritnya kembali berlayar ke negeri Palembang. Dia sampai dengan selamat di negeri inni dan langsung menuju ke kediaman Siti Fatimah yng di jaga ketat oleh punggawa kerajaan. Singkat cerita mereka berdua menikah dengan perayaan yang meriah.

Siti Fatimah: taukah kanda betapa senangnya hati ini melihat ternyata kanda benar- benar menepati janji untuk menikahiku (tersenyum dan    menatap bahagia suaminya)

Tan bun an   :  iya dinda, akupun turut senang melihatmu senang hari ini. Wahai  dinda sesungguhnya aku ingin pergi memboyongmu ke negeriku   menemui kedua orang tuaku, apakah kau bersedia ikut denganku?

Siti Fatimah : iya kanda aku bersedia, ayo kita temui ayah dan ibu untuk meminta  izin mereka !
(pergi menemui ayah dan ibu siti Fatimah)

Tan bun an : wahai ayah sesungguhnya maksud hatiku menemui ayah dan ibu
adalah untuk meminta izin, aku ingin mengajak istriku siti Fatimah  ke tiongkok untuk mempertemukannya kepada ayah dan ibuku ?

Tiba-tiba, hati raja dan permaisuri gelisah mendengar putrid mereka akan dibawa ke negeri tiongkok guna memeperkenalkan tan bun an pada keluarga besarnya.

Tan bun an : aku berjanji apabila ayah dan ibu bersenag hati memberikan izin
padaku, aku akan berjanji menjaga istriku siti Fatimah anakmu seperti menjaga nyawaku sendiri selama kami berada di sana.

Semula raja dan permaisuri dengan berat hati melepaskan anaknya pergi berlayar menempuh samudra yang luas. Namun, dengan bijaksana sang raja dan permaisuripun rela melepaskan anak mereka pergi ke tiongko setelah mendengar janji tan bun an untuk menjaga Siti Fatimah seperti nyawanya sendiri. Tan bun an berjanji akan membawa kembali Siti Fatimah ke Palembang setelah enam purnama.


Raja           : baiklah aku izinkan kau membawa putriku, namun kau harus menepati   janjimu itu.

Permaisuri : jagalah anakku tan bun an.
Tan bun an : baiklah ayah dan ibu.

Tan bun an bukan seorang bangsawan yang tidak menepati janji. Ketika waktu enam purnama tiba iya menceritakan janjinya kepada ayah dan ibunya untuk kembali ke negeri Palembang.

Tan bun an : ayah ibu waktu enam purnama telah tiba, inilah saatnya aku dan
istriku akan kembali ke negeri Palembang.

Ayah         : benarkah? Secepat itu? Baiklah tan bun an titipkan salamku kepada
kedua orang tua Siti Fatimah.

Ibu            : iya tan bun an, jagalah istrimu dalam perjalanan, ku persembahkan  
emas ini dan berikan kepada orang tuannya .

Tan bun an : baiklah ayah ib, terima kasih atas restu yang kalian berikan

Akhirnya keinginan tan bun an di restui keluarganya. Bahkan tanbun an di bawakan emas yang akan di persembahkan ke negeri Palembang.

Hari demi hari. Sampailah armada perahu layar ke sungai musi. Saking senangnya. Tan bun an minta di perlihatkan upetinya yang akan di persembahkannya kepada raja negeri Palembang. Betapa kecewanya tan bun an setelah melihat upeti emasnya yang dimasukan dalam kotak kayu itu berisi sayuran. Tan bun an merasa malu jika sampai ketahuan upetinya hanya berupa sayuran. Maka dengan emosi, di buangnya peti-peti itu ke sungai. Ternyata dalam peti itu memang ada emas yang di campur denag sayuran supaya terhindar dari para perompak. Karena menyesal, akhirnya tan bun an beserta siti Fatimah dan armada kapalnya menenggelamkan diri di alur sungai musi. Bangkai kapal dan muatannya yang tenggela itu akhirnya menjadi onggokan tanah

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Cerita Rakyat Palembang LEGENDA PULAU KEMARAU."

Post a Comment